twitter rss
peluang usaha peluang usaha

Tugas Dari Ibu Nur



Kegalauan hati masyarakat dalam minggu-minggu ini oleh kelakuan dan tindakan kelompok yang lagi ‘ngetop’, geng motor sepertinya sudah sampai ke puncak ubun-ubun. Masyarakat sudah benar-benar muak menyaksikan kebrutalan mereka. Sorotan kamera televisi yang mengantarkan kejadian sadis itu ke mata kita membuat emosi kita terbakar. Berbagai dialog dalam aneka talk show di televisi swasta serasa menambah kemarahan kita. Tidak saja karena kebejatan tindakan geng motor semata yang membuat kita sakit hati akan tetapi penjelasan para panelis talk show itu juga membosankan. Seolah-olah tidak ada jalan keluar, bagaimana mengatasi tindakan biadab para geng motor. Seolah-olah tindakan keji yang sudah berlangsung sejak lama itu tidak bisa diatasi oleh aparat negara. Rakyat baik yang sudah jadi korban maupun yang menunggu giliran hanya dibuat gregetan.
Sungguh membuat kita trenyuh dan pilu menyaksikan tindakan para geng motor terhadap korbannya. Korban geng motor tidak sekedar cedera menderita luka atau patah tulang namun banyak yang sampai meregang nyawa. Sungguh biadab mereka. Satu orang korban harus menerima perlakuan sadis dari puluhan orang yang bertitel geng motor. Para korban geng motor mati sia-sia begitu saja.
Polisi, kalau ditanya mengapa begitu sulitnya mengatasi masalah geng motor (seperti kita tonton di talk show- talk show itu), berbelit-belit memberi penjelasan tapi tak tegas dalam jawaban. Lebih banyak menjelaskan bahwa fenomena anak-anak muda yang berkumpul dalam geng motor itu adalah bukti demokrasi di negeri ini. Setiap orang dajamin dan dibolehkan membuat kelompok atau komunitas. Padahal yang ditanya, mengapa kepolisian tidak mampu mengatasi masalah geng motor yang nyata sudah meresahkan. Sebenarnya pertanyaan sederhana yang perlu diajukan dalam fenomena geng motor brutal itu adalah, siapa sesungguhnya orang tua mereka? Adakah keluarga mereka adalah masyarakat biasa, masyarakat kampung dan orang kecil yang miskin? Ataukah sebenarnya mereka itu adalah anak-anak para tokoh yang terkadang berkoar-koar seolah-olah demi bangsa juga? Di sinilah tampaknya akar permasalahannya. Kalau pun tidak semua orang dalam geng motor adalah anak-anak orang terpandang tapi tampaknya lebih banyak di antara mereka adalah orang dengan keluarga menengah ke atas dari pada masyarakat biasa. Harga motor yang mahal adalah persoalan yang tidak enteng buat masyarakat kampung dan orang kecil. Hanya anak-anak orang ‘berada’ (entah pejabat, pengusaha, atau apa saja) yang mungkin membeli dan memiliki motor-motor mahal seperti yang mereka pakai.
Sekali lagi, jika pun jumlah anak-anak orang ‘gedean’ tidak banyak dalam komunitas geng motor namun mereka pasti mempunyai pengaruh yang jauh lebih hebat dari pada anak-anak orang biasa. Pengaruh kelebihan orang tua itu sangatlah besar terhadap eksistensi mereka dalam geng motor.
Kalau demikian adanya, mengatasi permasalahan geng motor yang sudah sangat menakutkan masyarakat itu, di tahap awal (identifikasi) adalah dengan melihat siapa orang tua atau keluarga di belakang mereka. Tidak tertutup kemungkinan bahwa ugal-ugalan yang mereka pertontonkan dengan berujung ke tindakan brutal itu karena mereka merasa akan mendapat becking (pembelaan) dari orang tua atau keluarga atau siapa saja yang mereka pandang dapat membantu mereka.
Seandainya kedua orang tua atau keluarga yang mereka anggap melindungi mereka ikut turun tangan membantu pihak keamanan mengatasi kegawatan kelakuan geng motor, dapat dipastikan kejahatan geng motor tidak akan berlarut-larut dan tidak akan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Polisi konon tidak berdaya mengatasi problema geng motor karena masih ‘pandang-memandang’, siapa orang tua para geng motor itu. Sungguh ironi, jika ternyata para geng motor itu adalah anak-anak pejabat yang semestinya bertanggung hawab membuat aman negeri ini. Semestinya ‘penyakit anak muda’ ini sudah dapat dikategorikan sebagai persoalan hukum serius.









Antropologi hukum
sarasehan anak negri kasus tentang geng motor

Logo Untad Baru

oleh :


SUKMAWATI
B 301 07 062


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI
UNIVERSITAS TADULAKO
2012


Posting Komentar